Menjadi Penulis (yang bukan) Abal-abal

Dari dulu…..

sering lihat post di medsos dengan hashtag #challenge , #kompak, dan sejenisnya yang menandakan bahwa pelaku postingan terlibat dalam sebuah kesepakatan untuk post dengan tema tertentu. Apa gunanya ya? Apa cuma sebagai ajang eksis di dunia social media? Buat apa terikat komitmen tanpa hasil yang pasti, begitu pikir saya.

Masa sekarang…

Saat sedang menunda untuk menulis thesis, saya banyak merenung. Biasa, ide-ide brilian dan renungan hidup kan paling kenceng keluar kalau kita sedang “melarikan diri” dari pekerjaan. Terpikir dalam hati bahwa saya bukan social media influencer, tidak terlalu aktif di medsos. Saya blogger sih, tapi jarang post juga. Yang jelas saya mahasiswa, walaupun ga total-total amat kalau belajar. Jadi apa dong? Entahlah, kok semua dilakukan setengah-setengah ya? Udah gitu baru nyadar sekarang pula!

Gara-gara kebanyakan merenung pas lagi nulis thesis, akhirnya thesis selesai bersamaan dengan keluarnya satu keputusan dalam hidup. Harus ada minimal satu bidang yang saya tekuni secara total, and I have to excel at it. Ceritanya mau ambisius. Kalau bisa ya semua ide dalam kepala akan direalisasi, tapi sepertinya belum memungkinkan. Harus mulai satu per satu.

Beberapa tahun setelah saya melihat berbagai post tematik di medsos. Sampai hari ini masih banyak postingan serupa dengan jumlah yang bertambah. Bahkan teman-teman saya pun mulai melakukan hal itu. Mulai penasaran kan. Paling penasaran sama hadiahnya sih (tetep aja mikirin materi). Jadi waktu itu pikiran terbelah jadi dua, antara mikirin hadiah sama mikir mau menekuni bidang apa.

Suatu hari, pas lagi scrolling lini masa salah satu medsos yang saya ikuti, mata saya tertuju pada post seorang teman. Saya tidak terlalu dekat dengannya, tapi saya tahu bahwa dia adalah penulis yang berbakat. Eh kenapa ga tanya dia aja ya? Gimana cara dia berlatih menulis sampai bisa sehandal ini. Mungkin menulis juga jalan hidup saya, apalagi ini sudah saya lakukan sejak kecil. Saya juga suka membaca buku.

OPEN RECRUITMENT : ONE DAY ONE POST

Itu tulisan yang muncul di linimasa teman saya tersebut. Wait, another thematic post? Saya baca keterangan yang tertulis di bawahnya. Intinya sih setiap hari saya harus konsisten untuk menerbitkan satu post di blog. Lanjut baca keterangannya.

KUOTA TERBATAS

Cool. Kalau saya ikut ini berarti termasuk orang-orang terpilih. Langkah awal menuju terkenal. Sip.

OMG, ada seleksi? Alamak, kayanya saya ga masuk kualifikasi. Kebanyakan dari tulisan saya sangat kaku dan isinya curhat. Jauh lah dibanding teman saya yang alumni One Day One Post (ODOP). Udah gitu pas ngecek formulir pendaftaran, ada ditanya karya sebelumnya. Lah karya saya apa? Cuma thesis dan curhat ga penting di blog aja. Pupus lah harapanmu menjadi orang keren ya bibanabila.

Tapi oke juga sih, aku jadi terpaksa harus menulis setiap hari. Ini baru namanya totalitas, saya berbisik dalam hati. Lagipula, blog jadi rame lagi. Teman pun bertambah. Semoga ini menjadi jalan saya untuk meningkatkan kualitas hidup ( ya, ya, ya), dan juga sarana saya untuk menjadi manusia paling bermanfaat untuk sesama.

Bismillah, saya memberanikan diri untuk mendaftar. Lalu kemudian lupa. Hingga akhirnya…

Kami ucapkan selamat dan terima kasih telah mendaftar di komunitas ODOP Batch 4, komunitas penulis yang bertekad menjadi komunitas penulis terbesar di Indonesia…

Begitu isi pesan yang saya terima. Wah, jadi sudah terpilih nih? Yeay! Alhamdulillah!

Untuk tahap selanjutnya, kami akan melihat kesungguhan niat anda bergabung dalam komunitas ini melalui seleksi tulisan…

What, masih ada seleksi lagi? Kthxbye… Doakan saya lolos ya, biar bisa jadi penulis keren!

 

 

2 thoughts on “Menjadi Penulis (yang bukan) Abal-abal

Leave a comment